Pages

Wednesday, August 30, 2017

Idul Adha 2017 di Perantauan #1

Cuti Idul Adha tahun 2017 jatuh pada hari jumat tanggal 1 September. Hari sebelumnya, tepatnya hari kamis tanggal 31 Agustus juga merupakan tanggal merah yaitu Hari Kemerdekaan Negara Malaysia. Apakah artinya dua tanggal ini? Ini bermakna long weekend yang sangat bermakna bagi para pekerja nine to six seperti kami ini. Teman-teman sekantor yang orang lokal sudah pasti akan mengambil cuti untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Walaupun lebaran Idul Adha di Kuala Lumpur tidak semeriah Idul Fitri, tapi momen lebaran seperti ini tetap dimanfaatkan oleh para perantau untuk menjenguk orang tua masing-masing.

Bagaimana dengan kami si perantau warga asing? Seperti biasa, aku dan suamiku memang tidak pulang ke Banda Aceh. Seperti sebelum-sebelumnya, kami merayakan Idul Adha di Kampung Sungai Salak, di rumah sewa kami tercinta. Kadang-kadang, orang tuaku akan datang ke sini. Akan tetapi, karena orang tuaku sudah merayakan Idul Fitri tahun ini di sini, maka kali ini mereka memilih untuk berlebaran di Aceh saja.

Jujur saja, tahun ini aku tidak terlalu bersemangat menyambut Idul Adha. Biasanya aku sudah mulai memikirkan menu yang akan aku masak dan mulai menyicil bumbu-bumbu yang akan dipakai untuk memasak di minggu sebelumnya. Tapi terpikirkan juga lah mau masak apa. Keinginan saat ini adalah masakan apa saja selain rendang, toco, sayur lodeh dan lontong hahahaha. Ingin berbeda saja untuk tahun ini. Salah satu piliham menu adalah memasak kari daging lembu atau pun kambing. Tapi aku sama sekali belum pernah masak kari daging sendiri tanpa bantuan Mama atau Ummi. Jadi sedikit riskan saja kalau ternyata hasilnya itu super tidak enak. Mau makan apa kami di pagi raya? Adik bungsuku yang juga bekerja di Kuala Lumpur memang akan datang ke rumah. Tapi ya kemampuan masaknya juga belum bisa diharapkan untuk bisa menggantikan aku untuk masak kari kambing.

Resepnya sih sudah Mamaku kirimkan. Tapi aku masih belum percaya diri untuk memasaknya. Jadi H-2 sebelum hari raya, aku masih belum memutuskan mau masak apa. Kalau kari daging jadi, aku mau memadukannya dengan memasak nasi arab yang aku juga belum terlalu ahli hahahaha. Tapi kalau beneran jadi, aku mau beli beras basmathi suapaya benar-benar jadi nasi arab. Untuk sayurnya, aku malah terpikir untuk membuat salad arab yang pakai cuka itu.

Long weekend ada 4 hari. Trus mau ngapain lagi ya? Pengennya pasti jalan-jalan yang agak jauh. Tapi berdasarkan pengalaman sebelumnya, hindari liburan di saat peak season seperti ini. Sudah bisa dipastikan akan terjebak kemacetan di jalan-jalan tol di sini. Lebih baik keliling saja daerah Kuala Lumpur dan Selangor.

Masih ada 2 hari lagi waktu untuk memikirkan menu Hari Raya Idul Adha tahun ini....

Monday, August 28, 2017

Balada Sebuah Garlic Press

Suatu hari aku menonton video masak-masaknya Mbak Nikmatul Rosyidah di YouTube. Saat itu aku melihat Mbak Nikmatul memakai sebuah gajet dapur bernama garlic press. Dengan alat itu, memudahkan proses memasak yang memerlukan bawang putih yang udah diulek. Aku langsung kepengen punya juga. Sebagai seseorang yang maunya beli barang bagus dengan harga murah, maka aku langsung memutuskan untuk mencari alat tersebut di kedai pecah belah murah meriah yang banyak dijumpai di Kuala Lumpur ini. Aku sering menyebut kedai tersebut sebagai kedai 3 ringgit.

Di kawasan gombak ini saja, ada dua tempat serupa. Tempatnya hanya berupa kedai super besar seperti gudang yang beratap seng dan berlantaikan semen bahkan ada yang berlantaikan tanah tidak rata yang ditutupi karpet plastik. Segala pernah pernik dapur atau rumah ada dijual dengan harga yang sangat murah sekali.

Di akhir pekan, aku pun pergi kedai pecah belah yang berada di dekat pasaraya Ong Tai Kim dekat Plaza Idaman. Setelah berkeliling, aku menemukan juga sebuah alat yang mirip Garlic Press yang kucari. Hanya tinggal dua saja dan tempatnya pun bercampur dengan alat-alat yang lain. Penampakan awal alat tersebut sama sekali tidak meyakinkan dari segi kualitas. Terlihat seperti lelehan alumunium kasar. Aku pun ragu-ragu untuk membelinya. Tapi karena sudah terlalu pengen punya dan harganya hanya RM6.9, maka langsung aku sambar.

Sesampai di rumah, aku pun tak sabar untuk segera mengupas seulas bawang putih. Saat aku mecoba sekuat tenaga menekan alat tersebut untuk mendapatkan hasil ulekan bawang putih, tiba-tiba alat itu patah. Aku terkejut, ya ampun, masa patah sih. Benar-benar gajet sampah nih. Singkat cerita, aku pun membawa kembali alat yang sudah patah itu ke kedai. Tapi si kasir bilang kalau alatnya rusak di rumah, ya alat tersebut ga bisa ditukar kecuali udah patah di kedai. Aku terbengong sebentar melihat alasan tersebut. Jadi begitu mungkin ya para pembuat alat-alat murahan seperti itu mendapatkan untung. Mereka tau aja kalau alat tersebut hanya sampah saja dan sama sekali ga bisa dipakai. Sengaja mereka jual murah saja biar orang beli. Kalau rusak pun, karena murah, yang beli juga ga ngerasa rugi-rugi amat. Kalau mau tukar pun, mereka bisa bikin alasan seperti yang si kasir bilang ke aku. Ini jadi pelajaran deh buat aku untuk tidak membeli alat-alat dapur yang terlalu murahan.

Keinginan untuk memiliki sebuah Garlic Press masih belum padam. Sifat pelit (baca: hemat) masih melanda jadi aku pun melangkah ke kedai serupa yang ada di Greenwood. Masih berharap mendapatkan dengan harga murah. Setelah mencari, dapatlah sebuah alat serupa seharga RM12.9. Alatnya terlihat lebih berkualitas dan harga juga tidak mahal. Aku pun segera membelinya. Sama seperti kisah diatas, sesampai di rumah, aku tidak sabar untuk segera mencobanya. Saat aku coba, alatnya memang tidak patah, tapi bawang putihnya tidak menjadi halus seperti yang aku bayangkan. Hanya sebagian kecil dari bawang putih tersebut yang halus sedangkan sisanya masih ada di dalam alat tersebut. Seberapa kerasnya pun aku tekan alat tersebut, si bawang putih tetap terperangkan di dalamnya utuh. Untuk kedua kalinya aku kecewa dengan Garlic Press yang aku beli.

Tak lama setelah itu, aku langsung berpikir untuk mencari Garlic Press di toko ke tiga yang sebelumnya memang sudah ada di dalam pikiran aku. Tepatnya di Pasaraya AEON Wangsamaju. Pasaraya AEON ini kalau tidak salah pasaraya franchise dari Jepang. Pasarayanya ada di dalam sebuah mall kecil bernama AEON juga. Di situ juga banyak alat-alat dapur keren dalam mall. Sebelumnya aku sudah sering juga sih beli-beli barang dapur yang keren dan berkualitas di situ kalau penyakit pelit lagi ga kumat. Harga alat-alat dapur disitu pastinya memang lebih mahal daripada di kedai 3 ringgit itu. Tapi selama ini sih kualitas yang aku dapatkan memang tidak mengecewakan sama sekali. Aku harus sekali lagi mencari waktu untuk kesana.

Beberapa hari kemudian, saat aku di kantor dan bersiap-siap untuk pulang, suami mengirim pesan whatsapp mengabarkan kalau dia dan Rayyan akan pergi menonton bola di Selayang bersama kawannya dan pergi sebelum maghrib. Aku pun langsung berpikir ini saatnya aku ke AEON karena tidak perlu memasak untuk makan malam. Aku pun langsung pulang dengan hati berbinar-binar. Sebelumnya ke AEON, aku menjemput Zafir dahulu di IIUM EDUCARE. Dari sana, kami pun langsung meluncur ke AEON Wangsamaju yang tidak seberapa jauh. Akan tetapi, karena aku memilih untuk ke AEON melalui jalan kampung, kami pun terjebat macet di kawasan persekolahan Gombak Setia. Banyak mobil-mobil berparkiran sambil menjemput anak-anak pulang sekolah. Tiba di kawasan LRT Taman Melati, kami kembali terjebat macet mobil-mobil yang parkir di sekitar LRT yang juga menjemput teman/istri/anak/suami di LRT. Tapi hatiku masih berbinar-binar, jadi aku nikmati saja kemacetan sore hari ini.

Akhirnya sampai juga di AEON. Dari parkiran, aku dan Zafir menuju pasaraya AEON di tingkat 2. Sebelunya singgah dulu di Toko Bata untuk mencari sandal. Sudah lama juga aku mau membeli sandal baru untuk menggantikan sandal merahku yang sudah tua. Selepas dari Bata, aku juga singgah ke Guardian untuk mencari nail polish removal yang memang aku sedang cari karena punya yang lama ntah ada di mana dan aku sedang males untuk membongkar isi rumah. Setelah itu baru sampai di AEON. Aku langsung menuju ke arah alat-alat dapur kecil dan aku pun menjumpai Garlic Press yang kucari. Harganya hanya RM 19.9 saja ternyata. Dari luaran, terlihat alatnya itu sangat meyakinkan. Materialnya itu mengkilat seperti stainless steel. Tapi aku masih sedikit pesimis karena harganya juga tidak terlalu beda jauh dengan alat nomor dua yang kubeli. Aku segera ke kasir untuk membayar.

Sebelum pulang, aku dan Zafir pun singgah ke Kenny Roger's untuk makan malam. Sambil makan, jujur saja kalau aku tidak sabar ingin mencoba alat tersebut. Dari dalam hati, kalau alat ini ternyata berfungsi sangat baik, harganya itu sama dengan total dua alat yang kubeli sebelumnya. Artinya, sifat pelitku ini sudah membuat aku rugi. Ingin hemat atapi malah akhirnya rugi. Setelah selesai makan, aku dan Zafir pun langsung pulang.

Sesampai di rumah, untuk ketiga kalinya, aku tak sabar untuk mencoba alat ini. Setelah mengupas seulas bawang putih yang kecil, aku pun segera memasukkan bawang putih ke alat tersebut dan aku tekan. Ternyata hasilnya sangat memuaskan sekali. Hasilnya persis ketika aku melihat video Mbak Nikmatul. Bawang putihnya menjadi halus. Aku segera mengupas bawang putih yang lebih besar dan mencobanya. Hasilnya tetap sama dan memuaskan. Alat itu bisa menghaluskan bawang putih seperti yang aku harapkan. Duh, senangnya luar biasa. Perjalanan panjang demi sebuah Garlic Press pun akhirnya berakhir. Mudah-mudahan alat itu bisa bertahan lama. Di sisi lain, aku menertawakan diriku sendiri dengan dua alat sebelumnya yang bikin kecewa.


Tuesday, August 22, 2017

Solo Traveling Sambil Mengantar Anak #1

Jadwal persekolahan di Malaysia untuk satu tahun biasanya sudah ditetapkan dari tahun sebelumnya. Informasinya pun bisa kita dapatkan di internet. Selama 2 tahun ini, aku perhatikan kalau jadwalnya itu tetap dan belum pernah aku mengalamin jadwal yang ditukar. Terutamanya jadwal libur sekolah atau istilah di sini itu CUTI SEKOLAH. Berpedoman dari jadwal persekolahan itu lah, tahun 2016, aku mulai hunting tiket murah dengan tujuan untuk bisa mengantar Rayyan ke Banda Aceh selama cuti sekolah.

Alasan utamanya tentu saja karena kami berdua bekerja dan Ummi sudah tidak tinggal bersama kami lagi di sini. Jadi salah satu alternatif adalah mengirim Rayyan ke Banda Aceh untuk tinggal dengan Misyik dan Abusyiknya atau pun tinggal bersama adik ipar yang kebetulan punya anak laki-laki juga yang dekat dengan Rayyan.

Aku memilih hunting tiket untuk cuti sekolah yang kedua karena cutinya sampai 2 minggu dan kebetulan di bulan puasa. Tepatnya di bulan May-Juni 2017. Rencana awalnya adalah aku seorang diri mengantar Rayyan ke Banda Aceh. Besoknya aku kembali ke Kuala Lumpur. Setelah dua minggu, aku kembali pulang ke Banda Aceh menjemput Rayyan. Dua malam di Banda Aceh sebelum kembali ke Kuala Lumpur.

Setelah beberapa minggu mulai hunting, dapatlah tiket PP murah untuk aku dan Rayyan tanggal 27 May - 10 Juni 2017 sebesar RM466 termasuk bagasi 25 kg. Termasuk murah sekali lho itu. Tanpa bagasi, jumlahnya hanya RM310 tiket PP untuk dua orang dari Kuala Lumpur ke Banda Aceh. Tiket pulangnya untuk kami berdua sudah beres. Tinggal mencari tiket untuk aku kembali ke Kuala Lumpur dan tiket ke Banda Aceh untuk menjemput Rayyan. Tiket yang kedua ini akhirnya aku beli untuk tanggal 28 May - 8 Juni 2017 sebesar RM 210 ataupun Rp.630 ribu. Itu juga udah termasuk murah juga sih.

Pada hari pertama kami pulang, seperti biasa, Bapakku yang menjemput di Airport. Setelah menjemput, kami langsung pulang ke rumah orang tuaku. Berhubung bulan puasa ya kami pun di rumah saja seharian. Kemudian adik ipar dan Ummi datang ke rumah. Ngobrol seperti biasa. Saat pulang, Rayyan minta ikut pulang ke rumah adik ipar. Aku mengizinkan dengan syarat kalau buka puasa dan tidur di rumah Abusyiek. Rayyan setuju asalkan Abang sepupunya, Faris, juga ikut. Faris pun setuju aja. Setelah adik ipar, Ummi, Faris dan Rayyan pergi, aku pun naik ke tingkat dua rumah untuk beristirahat. Menjelang buka puasa baru aku terbangun. Aku liat Rayyan sudah ada di sampingku tertidur. Aku biarkan Rayyan tertidur sebentar lagi. Aku pun turun ke dapur untuk membantu Mamaku. Malam ini kami berbuka puasa dengan menu khas buatan Mama yaitu bubur kanji. Malamnya aku dan Rayyan tidak ikut tarawih. Rayyan menyambung tidurnya lagi dan aku pun juga berisitrahat. Malah Faris yang semangat ke mesjid dengan Abusyiek.

Esok paginya selepas sahur, aku pun segera bersiap-siap. Abis salat Subuh, kami langsung bergerak ke airport. Sesampai di airport pun aku langsung menyalami bapak, Rayyan dan Faris. Aku pun segera saja masuk ke ruang check in. Rayyan terlihat sangat senang sekali bisa mengahabiskan liburannya di Banda Aceh. Ia melambaikan tangannya kepadaku sambil tersenyum lebar. Di dalam hatiku, ada terbersit juga perasaan yang mengatakan bahwa anakku sudah besar dimana dia sudah bisa kami tinggalkan di kampung.

Keliatannya sih memang pulang kali ini malah bikin capek aja kan ya. Hari sabtu kami pulang ke Banda Aceh, besok paginya aku udah harus kembali ke Kuala Lumpur. Tapi setelah menjalaninya, capek sih iya, tapi seru aja sih pulang hanya berdua dengan Rayyan. Pada saat aku seorang diri kembali ke Kuala Lumpur, malah lebih seru aja nih. Aku baru sadar kalau sudah lama sekali sejak terakhir kalinya aku naik pesawat sendirian. Aku coba mengingat-ingat, kapan ya terakhir kalinya aku travelling sendirian gitu. Aku rasa saat aku baru aja menikah dan harus kembali ke Kuala Lumpur sendiri untuk meneruskan kuliahku sedangkan suami bekerja di Banda Aceh. Sejak punya anak, rasa-rasanya tidak pernah travelling sendirian. Yang pernah adalah aku pulang berdua dengan Zafir yang saat itu masih berumur 4 atau 5 bulan untuk mengurus SIM.

Aku sampai berpikir untuk menjadikan momen-momen seperti itu kegiatan tahunan aku. Anggap saja sebagai pengganti impian buat menjelajah dunia. Tidak bisa menjelajah dunia, ya paling tidak menjelajah di perjalanan dari Kuala Lumpur ke Banda Aceh. Seru aja berada di airport seorang diri. Tidak ada yang perlu diurus. Aku bisa sebebasnya memperhatikan orang-orang di sekitar. Aku bisa jalan santai dan lambat sesukaku tanpa harus tergesa-gesa. Setahun sekali ya tidak apa-apalah jadi solo traveling yang tidak seberapa solo hahaha. Kalau sudah cukup nyali dan uang, baru deh beneran solo traveling ke ke tempat yang agak jauh. Ya tidak terlalu muluk, yang di sekitaran Malaysia atau Indonesia sajalah. Paling jauh ya Thailand atau Singapore.