Pages

Thursday, October 26, 2017

Solo Traveling Sambil Mengantar Anak #2

Di posting sebelumnya, aku bercerita tentang pengalaman mengantar anak pulang ke Banda Aceh. Kali ini aku mau bercerita tentang pengalaman menjemput anak di Banda Aceh dan menghabiskan dua malam di Banda Aceh.

Setelah hampir dua minggu Rayyan di Banda Aceh, saatnya aku kembali ke sana untuk menjemput Rayyan. Bang Fahmi dan Zafir mengantarku ke KL sentral. Kemudian aku menaiki bus ke KLIA2. Sesampainya di KLIA2, aku segera masuk ke ruang boarding karena tidak ada bagasi. Sesampai di sana, aku hanya duduk-duduknya saja sambil main handphone menunggu dibukanya ruang boarding untuk kami. Kembali lagi menjalani sensasi solo traveling di mana aku bisa sesuka hati aku, duduk santai memandang di luar jendela melihat pesawat dan juga petugas airport yang sibuk dengan kerja masing-masing di lapangan luar bangunan. Aku juga bisa memperhatikan penumpang lain yang berusaha mengisi waktu sambil menunggu waktu boarding tiba. Satu hal saja yang aku belum berani lakukan yaitu menyapa orang yang tidak aku kenal sambil mengajak ngobrol atau basa-basi.

Begitu waktu boarding sampai, aku pun masuk menunggu di dalam ruangan. Ketika petugas airport mengisyaratkan waktu untuk masuk ke dalam pesawat telah tiba, aku pun masih duduk santai saja. Karena sendirian, ya tidak masalah kalau masuk pesawat di urutan terakhir. Tak lama aku pun berdiri dan antri untuk masuk ke pesawat. Aku dapat tempat duduk di area belakang di dekat jendela. Dalam waktu 60 - 80 menit, pesawat pun mendarat di Sultan Iskandar Muda International Airport.

Seperti biasa, Bapakku yang menjemput disertai dengan Rayyan dan Faris. Kami langsung menuju rumah untuk beristirahat. Aku tidak terlalu ingat apa yang aku lakukan sampai waktu berbuka puasa. Rasanya hanya beristirahat di rumah. Menjelang sore, kami pergi ke pasar aceh untuk satu keperluan yang aku tidak ingat. Saat menuju pulang, aku membeli timun aceh yang hanya ada orang jual pada saat puasa saja. Tidak tanggung-tanggung, aku beli banyak karena aku memang sangat suka.

Menjelang berbuka puasa, Rina dan suaminya pun sampai di Banda Aceh dari Lhokseumawe. Kami berbuka beramai-ramai sambil duduk lesehan di samping ruang makan. Faris juga ikut berbuka puasa di rumah. Sungguh momen-momen yang sangat berharga untuk dikenang. Semenjak kami semua kuliah, bekerja dan merantau jauh dari rumah, momen berbuka puasa beramai-ramai seperti ini menjadi sesuatu yang sangat langka. Aku bertanya kepada Habsah, sepupuku, yang memang tinggal di rumah bersama orang tuaku, "kalau kami ga ada, gimana, Habsah, suasana berbuka puasa?" Habsah pun menjawab, "Ya sepi lah kak Rini, cuma kami bertiga aja". Di satu sisi, jadi sedih juga memikirkan orang tuaku. Dalam hati ini, aku jadi semakin semangat untuk berniat pulang ke Banda Aceh setiap bulan puasa untuk dua atau tiga malam saja jikalau kami tidak berkesempatan untuk berlebaran di kampung.

Selesai berbuka puasa, aku pun memutuskan untuk beristirahat saja di rumah. Rina pun juga sama. Kami pun ngobrol aja di tingkat dua rumah. Rayyan pun juga tidak mau ikut tarawih. Lama juga kami ngobrol ngalur ngidur ke berbagai topik dengan Rina. Kalau aku tidak salah, kami baru tidur pada saat menjelang sahur. Tapi kami tetap terbangun juga pada saat sahur.

Di hari kedua, aku pun menghabiskan waktu pagi hanya di rumah saja. Aku sudah memberitahu Mama kalau hari ini kami akan berbuka puasa di luar bersama teman-teman SMA dulu. Saat siang, aku pun ikut Rina dan Habsah ke Pasar Aceh untuk menukar baju koko Bang Jufni, suami Rina, yang kekecilan. Kalau dikutkan hati, rasanya malas sekali keluar panas-panas begini saat bulan puasa. Tapi karena sayang saja waktu dihabiskan di rumah, aku pun ikut mereka. Sesampai di pasar aceh, aku pun menyempatkan untuk membeli beberapa barang seperti anak jilbab, jilbab dan juga lipstik. Itu pun di tempat yang sama koko tersebut dibeli. Setelah selesai urusan, kami pun langsung pulang ke rumah untuk bersiap-siap pergi ke tempat acara berbuka puasa dibuat.

Menjelang berbuka puasa, kami pun sampai di lokasi tempat berbuka puasa bersama teman-teman cewek dari SMA, tepatnya MAS Ruhul Islam Anak Bangsa. Sore itu kami berbuka puasa di sebuah restaurant yang bernama The Pantry yang berada di Banda Aceh. Cukup menyenangkan juga pertemuan kami saat itu. Saling menanyakan kabar masing-masing serta menghitung jumlah anak untuk yang sudah menikah dan punya anak hahaha. Tak lama, azan maghrib pun berkumandang, suasana riuh tiba-tiba menjadi sedikit senyap karena semua sibuk mencicipi hidangan berbuka puasa yang sudah dipesan. Makanan utamanya kali ini agak sedikit mengecewakan karena sudah dingin sekali saat kami sampai. Nasinya bahkan sudah agak sedikit keras. Minumannya yang bikin puas karena diberikan hingga empat macam minuman untuk setiap orang. Gorengannya juga lumayan enak menurut aku sih yang sudah lama tidak mencicipi gorengan ala Indonesia. Tapi ya aku tidak terlalu mengeluh juga sih. Dalam suasana berbuka puasa yang tempat makannya penuh sekali dengan orang-orang, perkara yang sedikit mustahil untuk menghadirkan makanan yang fresh dan hangat seperti baru siap dimasak untuk semua orang yang berbuka disitu. Toh, seperti kata kembaranku, kenikmatan utama bukan terletak pada makanannya tapi pada suasana meriah berbuka puasa di tempat keramaian. Kalau mau makanan super enak dan fresh, masakan homemade di rumah sendiri pastilah menjadi pilihan utama.

Acara berbuka malam itu kami akhir dengan berfoto bareng di dalam restauran yang dekorasinya keren serta, mengambil istilah yang lagi booming di Indonesia, kekinian.....


0 comments: