Pages

Monday, November 6, 2017

Museum Orang Asli Gombak Batu 12

Selama ini aku hanya melihat signboard Museum Orang Asli di simpang tiga ke arah UIA. Tapi ntah kenapa, tidak ada niat untuk mencari tahu di mana letaknya museum ini. Padahal aku sudah berada di UIA sejak tahun 2004. Pada bulan January tahun 2009, aku dan suami pun akhirnya menetap di sebuah rumah sewa di batu 10 gombak. Setiap saat kami keluar dari rumah, pasti akan melalu simpang 3 tersebut. Setiap itu juga kami melihat signboard Museum Orang Asli. Ada juga terbersit untuk mencari dimana lokasinya. Akan tetapi sampailah di bulan Agustus tahun 2017, kami belum juga sampai ke sana.

Di suatu hari di bulan July 2017, suami menunjukkan foto yang di sharing oleh kawannya di Facebook. Foto tersebut menunjukkan kawan tersebut beserta anak dan istrinya sedang mengunjungi Museum Orang Asli. Saat itu lah kami kembali berpikir, ya ampun, kami aja yang tinggal di batu 10 gombak malah belum sampai ke situ. Padahal menurut kawan tersebut, museum itu terletak di batu 12 gombak. Kami pun akhirnya membulatkan niat untuk mengunjungi museum tersebut.

Akhirnya pada hari Sabtu, 19 Agustus 2017, sampai juga kami di Museum Orang Asli Gombak Batu 12. Hanya sekitar 6 menit dari rumah dengan mengendarai mobil. Pada saat kami sampai, ada sepasang lelaki dan perempuan yang menuju tempat parkir, sudah mau pulang. Selain itu, kami tidak melihat orang lain di halaman depan museum. Sebelum kami masuk,kami pun singgah dulu di kedai sebelah museum yang menjual cenderamata khas orang asli. Yang menjaga kedai adalah seorang perempuan muda yang sangat ramah. Nampaknya dia sudah mengetahui sedikit banyak sejarah orang asli jadi ketika aku menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan barang-barang khas orang asli, dia bisa dengan cepat dan tanggap menjawabnya. Rayyan dan Zafir nampak tertarik dengan seruling terbuat dari bambu. Ayahnya pun akhirnya membeli seruling itu, masing-masing satu untuk Rayyan dan Zafir.

Dari kedai cenderamata, kami menuju sebuah bangunan kecil di seberang jalan. Di kedai ini dipamerkan berbagai alat-alat  khas buatan orang asli. Ternyata itu tempat dibuatnya berbagai alat-alt tersebut. Yang menjaga adalah seorang gadis remaja yang ternyata ayahnya lah si pembuat alat itu. Kami hanya melihat-lihat saja.

Kemudian kami pun menuju ke bangunan utama yang merupakan museum orang asli. Ketika memasuki ruangan, seorang lelaki yang berbadan tambun menyambut kami dengan senyuman ramah. Dia mempersilahkan kami masuk dan kemudian kembali sibuk dengan handphonenya. Kami pun mulai masuk melihat-lihat barang-barang yang dipamerkan. Suasana di dalam museum lumayan dingin dengan AC sehingga membuat kami nyaman berada di dalamnya. Cukup menarik juga alat-alat yang dipamerkan terutamanya alat-alat memasaknya. Kami sedikit tertawa karena ada beberapa alat-alat masak dan peralatan dapur yang sebenarnya masih dipakai di kampung kami. Jadi alat tersebut tidaklah terlalu unik untuk kami. Misalnya adalah centong nasi atau untuk mengambil kuah yang terbuat dari batok buah kelapa. Aku ingat sekali kalau mamaku dulu punya centong seperti itu.

Kemudian kami melihat replika alat penumbuk padi atau tepung. Aku jadi teringat adik iparku ada pernah mengirim foto Faris dan Rayyan yang sedang serius mengamati salah seorang Makcik di kampung Blang Me yang sedang menumbuk beras untuk dijadikan tepung dengan menggunakan alat tersebut. Ada sebutan dalam bahasa Aceh untuk alat tersebut. Akan tetapi aku lupa dan perlu menanyakan kembali ke Bang Fahmi. Alat tersebut berada tak jauh dari rumah Ummi Bang Fahmi.

Selain memamerkan alat-alat yang dipakai oleh orang asli, ada juga di dinding-dindingnya yang tertulis sejarah singkat orang asli di Malaysia. Kami tidak terlalu memusatkan perhatian pada tulisan sejarahnya. Kami berpikir kalau untuk membacanya, kami tunggu di kesempatan berikutnya kami main ke sini. Jadi ada alasan lagi untuk mengunjungi Museum ini.

Setelah habis mengelilingi lantai 1, kami pun menuju lantai 2. Tidak banyak hal yang bisa dilihat di lantai 2. Aku pun tidak terlalu memperhatikan isinya. Tapi dinding-dindingnya penuh dengan gambar-gambar lelaki seperti seorang pejabat. Aku rasa isinya itu berupa penghargaan terhadapat orang-orang yang  berjasa dalam mendirikan museum orang asli. Di bagiaan lain, dindingnya juga penuh dengan gambar orang-orang asli berserta beberapa kegiatan yang dilakukan bersama orang asli. Setelah itu kami pun langsung turun kembali ke lantai 1.

Sesampai di bawah, kami menghabiskan sedikit waktu untuk membaca jenis-jenis suku orang asli di Malaysia. Tak lama setelah itu, kami pun beranjak keluar dari gedung dengan niat di dalam hati untuk kembali lagi mengunjungi museum ini.

Di sebelah kiri bangunan utama museum, ada sebuah tempat yang mirip Balee tempat orang duduk dan berkumpul. Kami pun mengambil foto di tangga kecil di sebelahnya. Sebelum pulang, kami kembali singgah di kedai cenderamata tersebut untuk membeli minuman. Kami hanya berada di sana sekita 1 jam setengah saja.


0 comments: